Seminar Nasional & Launching Pendekar Seni-BEM FAI

Malang, 7/3/2018. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Agama Islam Universitas Islam Malang (Unisma) menggelar Seminar Nasional bertajuk ngaji budaya bersama Sujiwo Tejo. Diskusi budaya tersebut dilaksanakan di Hall Gus Dur Dedung Pascasarjana Unisma Lantai 7. Acara yang dihadiri oleh segenap Dosen dan Mahasiswa FAI serta Civitas dilingkungan UNISMA ini membedah hubungan Agama dan Budaya. Dengan konsep Seminar Nasional dan Launcing Pendekar Seni BEM FAI UNISMA. Ngaji Budaya tersebut juga terbuka untuk umum.

Pada seminar ini, Sujiwo Tejo mengajak Mahasiswa mengkritisi sikap-sikap skeptis di kalangan masyarakat mengenai kaitan antara agama dan budaya. Budaya yang tanpa pemahaman yang benar akan menjadikan seseorang memusuhi budaya. Tetapi budaya di fahami dengan kebenaran agama akan mampu menyelaraskan antara agama dan budaya. Agama yang dibudayakan adalah ajaran Allah yang dilakukan sepenuhnya dengan terus menerus. Budaya yang dipahami dan diselaraskan dengan kebenaran agama akan menjadi mengagamakan budaya. Sujiwo Tejo mengungkapkan, Aceh adalah salah satu daerah yang berhasil mengemas agama menjadi budaya. “Contohnya tari Saman Aceh. Di dalam tari Saman alunan lagunya yang digunakan itu adalah bacaan tahlil dan beberapa bacaan lainnya,” ungkapnya.

Pada kesempatan selanjutnya Sujiwo Tejo berusaha membuat nyaman dalam membaca Al-Qur`an dengan melagukan bacaan dengan nada kreasinya sendiri, tetapi masih dalam koridor ilmu tajwid. Hal ini dilakukan dalam menghayati dan mensyukuri potensi yang diberikan oleh Allah kepada beliau. Kreatifitas Dalam artian  lagu bacaan alquran yang berbeda dari biasanya tetapi tidak sampai menyalahi ilmu pembacaan Al-Qur`an.

Ada budaya yang diagamakan, ada agama yang dibudayakan. Hp adalah produk liberal, tetapi bila Hp dipakai untuk membaca Al-Qur`an, mengingat waktu adzan ini kalian berarti mengislamkan budaya. Sujiwo tejo berusaha menjelaskan budaya warisan nusantara dengan nilai nilai kebenaran ajaran agama Islam.

Mbah Tejo -begitu sapaan akrab beliau- sempat menjawab salah satu pertanyaan dari audience terkait adat Jawa sebelum melangsungkan pernikahan yakni penghitungan weton. Mbah tejo menjawab, perhitungan weton adalah hasil buah pikiran mendalam dari orang jaman dulu, dan sudah pasti ada alasannya yang mendasari terlahirnya pikiran itu.

Lebih lanjut beliau mengungkapkan bahwa dalam hitungan orang-orang Jawa terkait weton hari jawa beliau percaya ada kebaikan kebaikan pada weton itu. Ibarat kita memakai transportasi pesawat apakah berarti kita syirik karena menggunakan dan mempercayai yang bisa mengantarkan adalah pesawat. Syirik atau tidak itu tergantung pada tujuan dan keyakinan kita dan menempatkan terhadap sesuatu itu.

Ibadah yang hanya untuk dirinya sendiri tanpa ada manfaat untuk orang lain maka tidak ada bedanya dengan narkoba. Ibarat haji orang kaya tetapi setelah sepulang dari makkah tidak mampu memberikan manfaat kepada orang lain yang miskin, tidak ada bedanya dengan orang yang memakai narkoba. Hal ini Islam mengajarkan tidak hanya hablum min Allah tetapi juga hablum minannas.

Dalam kegiatan ini, Mbah Tejo juga menyelipkan sedikit aksi musikalisasi dan puisi dibantu oleh PSM Bunga Almamater Unisma.(Eko/Tv)