Ngaji Al-Hikam Bersama Kyai Tholhah

Tanggal 29 November 2017 ini sebagai tanda diawalinya kegiatan Pengajian yang diprakarsai oleh Fakultas Agama Islam UNISMA kerjasama dengan Ta`mir masjid Ainul Yaqin UNISMA. Ngaji kitab Al Hikam karya Syekh Ibnu Atha`illah bersama Prof Dr. KH M. Tholhah  Hasan ini sedianya akan dilaksanakan disetiap bulan minggu terakhir pada hari Rabu di Masjid Ainul Yaqin UNISMA. “Ngaji ini disamping untuk meningkatkan kecerdasan Spiritual juga untuk melestarikan tradisi pondok pesantren dengan kitab kuningnya” kata Dekan FAI UNISMA Drs. H Anwar Sa`dullah M.Pd.I

Acara ngaji rutinan al-hikam ini dimulai pukul 10.00 WIB yang dibuka oleh Wakil Dekan III FAI dan diikuti oleh Dosen, Mahasiswa, dan masyarakat umum. Mengawali kajiannya Prof. Dr. KH. Tholhah Hasan menyatakan perbuatan manusia ada amal dhohir dan amal al qalb, “Manusia disamping berusaha menata ibadah yang berhubungan dengan raga, juga perlu menata ibadah yang bersifat batin, noto ati”. Beliau juga memberikan contoh seorang yang beribadah wudhu dan solat bila tidak dibarengi dengan hati yang ikhlas maka nilainya menjadi rendah. Menurut Imam Syafi`i seorang guru akan mudah diterima penjelasannya oleh murrid bila disertai hati yang bersih.

Selain itu Kyai Tolhah juga menjelaskan diantara tanda-tanda seseorang mengandalkan amal ibadahnya untuk masuk surga, ialah kurangnya pengharapan kemurahan dan anugerah Allah saat ia melakukan suatu kesalahan. Seseorang bila mau dihitung secara detail perbuatan baik dan buruknya tak sebanding. Berdzikir sebanyak seratus kali, seseorang sudah merasa banyak. Padahal berjam-jam menggunjing orang terasa sebentar. Dari perbandingan tersebut amal ibadah manusia tidak cukup untuk membayar kesalahannya. Lalu bagaimana bisa ia masuk surga bila hanya mengandalkan amal ibadahnya. Tidak akan cukup seseorang untuk masuk surga dengan mengandalkan amal kebaikannya, melainkan Allah memasukkan kedalam surga karena kemurahan dan anugerah Allah.

“Kita harus mengintrospeksi diri dimana posisi kita berada, apakah masih pada maqom asbab atau sudah maqom tajrid. Maqom asbab disini adalah posisi dimana kita masih perlu mencari dunia untuk keperluan ibadah dan maqom tajrid adalah posisi fokus ibadah saja tanpa berusaha mencari harta dunia. Bila seseorang ditempatkan oleh Allah pada posisi asbab tapi seseorang itu menginginkan untuk posisi tajrid maka orang tersebut terjangkit penyakit nafsu yang samar-samar. Sebaliknya seseorang yang ditempatkan oleh Allah pada posisi tajrid tapi dia menginginkan asbab, berarti semangat dalam beribadahnya berkurang dan menurun”. Jelas Kyai Tolhah.

Pak Kyai –begitu sapaan akrab beliau dikampus- menuturkan bahwa “Semangat yang menggebu tidak akan bisa menembus benteng takdir. Hal ini berlaku pada hal yang mukasyafah tidak pada masalah.  Tetapi seseorang yang menginginkan sesuatu, tanpa berikhtiar itu juga tidak benar. Maka seseorang harus berusaha, tetapi jangan lupa hasil akhir serahkan kepada Allah. Jika seseorang berada pada posisi tajrid beristirahatlah dari merencanakan harta duniawi.

Saya dulu pernah merancang dan sudah ternak sampai 4000 ekor ayam. Tetapi saya ditipu oleh teman saya sendiri yang saya tolong, lalu saya sowan kepada Kyai Hamid Pasuruan untuk minta nasihat bagaimana menyikapi teman saya ini. Belum sempat saya utarakan Kyai Hamid sudah berkata: “Sampean ora pantes ngurusin kandang pitek, urusono kandange wong seng ngingu pitek”.Sejak saat itulah saya menekuni mengurus lembaga pendidikan. Tutur Pak Kyai yang juga Guru Besar di Fakultas Agama Islam Unisma ini diakhir-akhir kajiannya pada pertemuan kali ini. Selanjutnya selesai kegiatan pengajian para jama`ah mengikuti sholat Dhuhur secara berjama`ah. (Red:Eko).